Selasa, 30 Juni 2015

Konsep Dasar Studi Islam

Konsep Dasar Studi Islam
BAB I
Studi Islam: Batasan Pengertian
A.    Pengertian
Ada 3 istilah yang perlu di kemukakan tentang islam, yakni : (1) islam, (2) Syariah, (3) Wahyu. Pengertian masing–masing kata ini dikemukakan berikut. Dari sisi bahasa (asal kata), kata Islam berasal dari kata salima,berarti selamat, tunduk berserah.  Maka salima min khatarin berarti selamat dari bahaya, salima min ‘aibin berarti selamat dari cacat arti Aslama ilaihi berarti tunduk kepadanya, patuh kepadanya, dan menyerah kepadanya. Kata Islam adalah juga kata jadi (masdar) dari kata aslama, yang berarti kepatuhan, ketundukan, dan berserah.  Kata kerja aslama berarti menyerahkan, mematuhi, tunduk. Maka kalau disebut aslama amruhu ila allah berarti menyerahkan urusannya kepada Allah.
Adapun kata syari’at berasal dari kata syaro’a yasyri’u syari’ah Dari sisi bahasa berarti sumber air yang dituju. Syari’at dapat pula diartikan membuat peraturan.  Dapat pula berarti pergi ke, masuk dalam, memulai atau mengatur.

Sedangkan wahyu berasal dari kata waha, wahyun, mempunyai arti al-isyarotu, memberi isyarat atau petunjuk. Maka arti kata awha allahu illaihi berarti Allah mewahyukan kepadanya atau Allah memberi isyarat atau Allah memberi wahyu kepadanya, atau Allah memberikan petunjuk kepadanya.  Wahyu dapat pula berarti memberi inspirasi.
Menurut istilah, Islam sebagai agama (al-din) dapat diidentikkan dengan syari’at dan wahyu. Untuk melihat lebih rinci tentang hal ini perlu lebih dahulu dipahami bdefinisi syari’at dan wahyu. Syari’at dari segi istilah didefinisikan misalnya oleh Mustafa Ahmad al-Zarqa,  artinya (Kumpulan perintah dan hukum–hukum yang berkaitan dengan kepercayaan (iman dan ibadah) dan hubungan kemasyarakat (mu’ammalah) yang diwajibkan oleh Islam untuk diaplikasikan dalam kehidupan guna mencapai kemaslahatan masyarakat.
Sementara pengertian wahyu dari segi istilah didefinisikan demikian: artinya (Wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW., untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Wahyu ini muncul dalam dua bentuk, yakni: (1) al-Qur’an dan (2) sunnah nabi Muhammad (hadis nabi).  Dengan demikian , Islam sebagai agama (al-din) sama dengan syari’at dan wahyu, yaitu wahyu yang diterima nabi Muhammad SAW, yang mencakup semua aspek ajaran Islam: (1) Ibadah dan (2) mu’amalah atau (1) Islam dan (2) ihsan.

Lebih rinci tentang cakupan/aspek ajaran syari’at Islam dapat disimak hasil dialog antara nabi Muhammad dengan malaikat Jibbril. Dalam dialog ini ditanyakan oleh Jibbril kepada nabi Muhammad SAW. Tiga hal, yakni:
1.    Ma al-iman (apakah iman?),
2.    Ma al-Islam (apakah Islam?), dan
3.    Ma al-ihsan (apakah ihsan?)
Maka dari dialog itu lahir, tiga aspek ajaran syari’at Islamyakni:
1.    Rukun Iman
2.    Rukun Islam, dan
3.    Ihsan.
Penjelasan lebih rinci dari 3 aspek tersebut adalah. Rukun iman ada 6, yakni:
1.    Iman kepada Allah (amantu bi Allah),
2.    Iman kepada malaikat – malaikat (wa malaikatihi),
3.    Iman kepada kitab – kitab (wa kutubuhi),
4.    Iman kepada rasul – rasul (wa rusulihi)
5.    Iman kepada hari akhir (wa bi alyaumi al-akhirihi), dan
6.    Iman kepada qada dan qadar (wa bi al-qadari khairihi wa syarrihi min Allah ta’ala).







Sementara rukun Islam adalah:
1.    Pengakuan terhadap Allah dan pengakuan terhadap kerasulan Muhammad SAW. Yang disebut dengan ucapan dua kalimat syahadah (an tasyhadu an la ilaha illa allah wa ann muhammadan rasul allah [syahadataini]),
2.    Melaksanakan sholat (iqami al-salah),
3.    Membayar zakat (wa ita’i al-zaqah),
4.    Menunaikan puasa di bulan Ramadan (wa saumi ramadan), dan
5.    Menunaikan ibadah haji ke bait Allah bagi yang sanggup/mampu (wa hajji al-bait).
Berdasarkan hasil dialog ini pula para ulama mengelompokkan Islam menjadi tiga kelompok besar, yakni:
1.    Akidah/teologi,
2.    Syari’ah/hukum, dan
3.    Akhlak-tasauf.

B.    Islam Normatif dan Islam Historis
Ketika melakukan studi/penelitian Islam, perlu lebih dahulu ada kejelasan Islam mana yang teliti; Islam pada level mana. Maka penyebutan Islam normatif dan Islam historis adalah penyebutan level tersebut. Istilah Islam normatif dan Islam historis adalah Islam sebagai wahyu dan Islam sebagai produk sejarah.

Sedangkan Islam historis atau Islam sebagai produk sejarah adalah Islam yang dipahami yang dipraktekkan kaum muslim di seluruh penjuru dunia, mulai dari masa nabi Muhammad SAW sampai sekarang.
Sejalan dengan pengelompokan Islam normatif dan Islam historis, ada pula ilmuwan yang membuat pengelompokan lain. Misalnya Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokan menjadi tiga wilayah (dominan) penelitian Islam.
Pertama, wilayah teks Islam (the original text of Islam), yaitu al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad yang otentik.
Kedua,pemikiran Islam yang merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam (al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut ijtihad terhadap teks asli Islam, seperti tafsir dan fikih.
Ketiga, praktek yang dilakukan kaum Muslim dalam berbagai macam latar belakang sosial. Contoh adalah praktek sholat Muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada ketika melaksanakan sholat, satu kebiasaan yang dilakukan muslim Indonesia. Praktek duduk miring ketika tahiyat akhir bagi muslim  Indonesia, suatu kebiasaan yang tidak di lakukan muslim di tempat/negara muslim lain.

Sementara Abdullah Saeed menyebut tiga tingkatan pula, tingkatan pertama, adalah nilai pokok/dasar/asas, kepercayaan, ideal, dan institusi–institusi. (tingkatan ini ada persetujuan yang besar di antara muslim, seperti keesaan Allah, bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah, bahwa Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah, bahwa wajib sholat lima waktu sehari semalam, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, melakukan haji bagi yang mampu, bahwa meminum minuman yang memabukkan serta berbuat zina adalah dilarang.
Tingkatan kedua, adalh penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai dasar tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan. (tingkatan ini ada perbedaan pendapat dikalang Muslim. Misalnya sentuhan yang membatalkan wudu’. Ada ulama yang berpendapat sentuhan yang membatalkan wudu’ adalah semua sentuhan antara laki–laki dan perempuan yang sudah dewasa tetapi bukan tua bangka. Sementara ulama lain berpendapat bahwa sentuhan yang membatalkan wudu’ adalah kumpul suami dan isteri (jima’)).
Tingkatan ketiga, adalah menifestasi/praktek berdasarkan pada nilai–nilai dasar tersebut yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Perbedaan terjadi karena perbedaan konteks dan budaya. (tingkatan ini dicontohkan oleh Abdullah Saeed dengan warna dan model pakaian yang dipakai muslim untuk sholat,  dimana warna, warni dan model pakaian shalat beragam di kalangan muslim dibelahan dunia. Termasuk ajaran dasar Islam menurut Abdullah Saeed adalah: (1) mengakui keesaan Allah, dan (2) menegakkan keadilan ekonomi dan sosial.


Masih pengelompokan lain adalah oleh Ibrahim M. Abu Rabi’, meskipun mencampurkan antara pelapisan dengan pengelompokan. Ibrahim menetapkan empat, yakni: (1) Islam sebagai dasar ideologi atau filosofi (the ideological/philosophical base), (2) Islam sebagai dasar teologi (the teological base), (3) Islam pada level teks (tehe level of the text), dan (4) Islam pada level praktek (the level of anthropological reality).
Maksud Islam pada dataran ideologi adalah landasan gerakanb sekelompok orang, sekelompok komunitas dengan mengatasnamakan Islam. Maka pada tingkatan ini Islam identik dengan ideologi sosialis, ideologi kapitalis, dan ideologi-ideologi lainnya.
Sementara Islam sebagai dasar teologi/filosofi secara sederhana berarti berserah kepada satu Tuhan. Disebutkan bahwa, theology a formal study of the natura of God of and the Foundation of Religius beliefe.  Pada tingkatan inilah bagama akan didefinisikan sebagai pengakuan terhadap adanya hubungan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi, pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia, pengakuan pada satu sumber yang berada diluar diri manusia, kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu, sistem tingkah laku yang bberasal dari kekuatan gaib, pengakuan terhadap kewajiban–kewajiban yang bersumber pada kekuatan gaib, pemuja kekuatan gaib.



Karena itu, pada tingkatan ini agama Islam tidak berbeda dengan agama lain, baik aga,ma samawi, seperti Majusi, Yahudi, Nasrani (Kristen) maupun agama bumi (ardi), seperti Budha, Hindu, Kong hu chu dan semacamnya. Semua agama ini mengakui adanya kekuatan super natural (gaibb), yakni kekuatan di luar kekuatan yang dimiliki manusia.
Pertama,Islam pada level teks asli (original teks) berupa al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW yang otentik.
Kedua, Islam pada level pemahaman atau penafsiran terhadap teks asli. Pada level ini Islam dapat pula dapat disebbut Islam sebbagai hasil produk pemikiran.
Ketiga, Islam pada praktek muslim dalam kehidupan nyata sesuai dengan latar belakang historis, budaya, dan tradisi masing-masing.
Pada dataran ini, Islam identik dengan Nash wahyu atau teks yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad. Masa pewahyuannya memakan waktu kurang lebih 23 tahun.
Pada level teks ini Islam adalah Nash dapat dikelompokan jadi dua, yakni:
1.    Nash prinsip atau normatif-universal
Merupakan prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah di formatkan dalam bentuk nash praktis di masa pewahyuan ketika nabi masih hidup.






2.    Nash praktis-temporal
Merupakan nash yang turun (diwahyukan) untuk menjawab secara langsung(respon) terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat muslim Arab ketika masa pewahyuan.

Pada level pemikiran oleh Abbu Zaid dikelompokan menjadi empat  cabbang yakni:
1.    Hukum,
2.    Teologi,
3.    Filsafat, dan
4.    Tasawuf/mistik.
Dalam cabang hukum lahir sejumlah bentuk pemikiran yakni:
1.    Fiqih,
2.    Fatwa,
3.    Jurisprudensi,
4.    Undang-undang,
5.    Kodifikasi, dan
6.    Kompilasi(kutipan).
Untuk penjelasan posisi syari’at Islam pada level praktek perlu dianalogkandengan posisi nash, baik al-Qur’an maupun sunnah nabi Muhammad. Pada level inilah para fuqaha ditempatkan, seperti fuqaha’ Makkah di era awal:
1.    ‘Ata’ ibn Abi’ Rabah,
2.    ‘Amr ibn Dinar, dan
3.    Ibn Jurayj. 


Kemudian lahir fuqaha mazhab seperti mazhab;
1.    Hanafi,
2.    Maliki,
3.    Ibnu Abi Laila,
4.    Al-Laith,
5.    Al-Tabari,
6.    Al-Shafi’i,
7.    Hanbali.
Kemudian belakangan muncul:
1.    Mazhab negara,
2.    Mazhab Ciputat,
3.    Mazhab Yogya,
4.    Mazhab Sapen,
5.    Dan seterusnya.
Lebih jauh, Durkheim serta ilmuwan-ilmuwan lain yang mengikutinya membagi bidang kajian agama pada dua hal, yakni:
1.    Kepercayaan (beliefs), dan
2.    Praktek-praktek (practices).
Kepercayaan sama dengan ajaran, sementara praktek sama dan gan keberagaman. Ajaran adalah teks lisan atau tulisan yang sakral dan menjadi sumber rujukan bagi pemeluk agama, nash adalah al-Qur’an dan al-Sunnah (hadist nabi Muhammad). Sementara keberagaman adalah perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung dari nash.

Keberagaman muncul dalam lima dimensi:
1.    Ideologis,
2.    Intelektual,
3.    Eksperiensial,
4.    Ritualistik, dan
5.    Konsekuensial.
Sebagai tambahan, berikut diuraikan secara singkat produk pemikiran dalam bidang hukum Islam, yakni: (1) fikih, (2) fatwa, (3) kodifikasi, dan (4) kompilasi. Sejumlah ulama mengklasifikasikan ajaran Islam menjadi tiga kelompok besar, yakni:
1.    Akidah,
2.    Syari’ah, dan
3.    Akhlak-tasauf.
Pengelompokan lain dengan prinsip yang sama adalah:
1.    Ilmu kalam, yang mencakup hukum-hukum yang berhubungan dengan zat Allah dan sifat-sifatNya, iman kepada rasul-rasulNya, hari akhirat, dan semacamnya;
2.    Ilmu akhlak, yang mencakup tentang “pengolahan” jiwa semakin baik, dengan cara menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, dan
3.    Ilmu fikih, yang melingkupi hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan hambba dalam bidang ‘ibadah, mu’amalah, ‘uqubah, maupun lainnya.



C.    Produk Pemikiran Umat Islam
Produk hukum Islam yang dimulai dengan fatwa. Fatwa adalah pendapat ulama tentang satu masalah tertentu yang prosedurnya diawali dengan pertanyaaan. Karena itu fatwa dibbagi menjadi tigha unsur, yakni:
1.    Mufti, seorang atau sekelompok ahli yang mengeluarkan pendapat (fatwa),
2.    Mustafti, orang yang bertanya, dan
3.    Fatwa, pendapat atau jawaban dari mufti.
Mufti adalah orang yang dipercaya masyarakat umum untuk menjawab persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan masyaraka, yakni untuk menentukan hukum halal atau haram, boleh atau tidak. Fatwa dapat dikelompokan menjadi dua:
1.    Fatwa yang bersifat individu, dan
2.    Fatwa yang bersifat kelompok. Adalah di Indonesia fatwa yang bersifat kelompok umumnya lahir dari organisasi-organisasi keagamaan, seperti majelis tarjih oleh Muhammadiyah, Batshul Masa’il dalam Nahdlatul Ulama, dan Majelis Fatwa dalam MUI.







Berikutnyadijelaskan kompilasi hukum Islam. Menurut kamus Webster’sWorld University, kompilasi (complie) didefinisikan dengan: mengumpulkan bahan-bahan yang tersedia kedalam bentuk yang teratur dan baik, seperti dalam bentuk sebuah buku, dapat pula berarti mengumpulkan berbagai macam data.

















D.    Objek Kajian (Studi) Islam
Dari kajian ini menjadi jelas bahwa yang menjadi obyek kajian (studi) Islam adalah semua hala yang membicarakan tentang Islam, mulai dari tingkat wahyu berupa nash, hasil pemikiran para ulama, sampai pada level praktek yang dilakukan para muslim.
Dapat disebut bahwa ada tiga model berpikir yang berkembang dalam khasanah pemikiran umat manusia, dan sekaligus menjadi tolak ukur benaratau tidaknya sesuatu, yakni:
1.    Model berpikir rasional, adalah berpendapat bahwa untuk menemukan kebenaran dan sekaligus menjadi tolak ukur kebenaran dapat dilakukan menggunakan akal secara logis. Hal-hal yabng bbersifat logis dan abstrak (dapat diterima oleh akal pikiran).
2.    Model berpikir empirikal, adalah berpendirian bbahwa sumber pengetahuan adalah pengamatan dan pengalaman inderawi manusia. Maka indera manusialah yang menjadi ukuran benar atau tidaknya sesuatu.
Model berpikir intuitif (irrasional), berpandangan bahwa kebenaran dapat digapai lewat perimbbangan-pertimbangan emosional (mukhasafah). Objek kajian irrasional adalah hal-hal yang abstrak, dan mempunyai paradigma mistik atau ghaib.Ihsan (bahasa Arab: احسان) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti "kesempurnaan" atau "terbaik". Dalam istilah agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta, ilmu, kedudukan dan badannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar